Metode Role Playing

Role-playing game disingkat RPG adalah sebuah permainan yang para pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokok-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan. Asal tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para pemain bisa berimprovisasi membentuk arah dan hasil akhir permainan ini.

Dalam sebuah permainan RPG, jarang ada yang "kalah" atau "menang". Ini membuat permain RPG berbeda dari jenis permainan papan lainnya seperti Monopoli atau Ular Tangga, permainan kartu, olah raga, dan permainan lainnya. Seperti sebuah novel atau film, permainan RPG mempunyai daya tarik karena permainan-permainan ini mengajak para pemain untuk menggunakan imajinasi mereka. RPG biasa lebih mengarah ke kolaborasi sosial daripada kompetisi. Pada umumnya dalam RPG, para pemain tergabung dalam satu kelompok.

Permainan RPG rata-rata dimainkan seperti sebuah drama radio: ketika seorang pemain "berbicara", dia berbicara sebagai tokohnya dan ketika si pemain ingin tokohnya melakukan sesuatu yang fisik (seperti menyerang sebuah monster atau membuka sebuah gembok) dia harus menggambarkannya secara lisan.

Ada pula sejenis permainan RPG di mana para pemain bisa melakukan gerakan fisik tokohnya oleh si pemain sendiri. Ini disebut Live-Action Role-playing atau LARP. Dalam permainan LARP, biasanya para pemain memakai kostum dan menggunakan alat-alat yang sesuai dengan tokoh, dunia dan cerita yang dia mainkan.

Permainan PC yang menggunakan unsur-unsur dan mekanisme permainan RPG disebut sebagai computer role-playing games atau CRPG. Selain di PC, RPG juga banyak diadaptasikan ke mesin-mesin permainan atau konsol, yang disebut console role-playing games, disingkat cRPG. Dengan meningkatnya popularitas RPG elektronik, industri permainan video telah membuat istilah RPG dikenal untuk RPG elektronik saja, dan mengakibatkan munculnya istilah RPG "pen and paper" atau "tabletop" untuk mendeskripsikan RPG tradisional.


Dalam "role play", anak-anak berperan sebagai orang lain -- mereka memainkan suatu peran. Namun, permainan ini tidak perlu latihan dan tidak untuk hiburan. Role play biasanya menyampaikan suatu masalah sebelum memberikan pemecahan atas masalah itu. Anak-anak yang mainkan peran itu menunjukkan apa yang akan mereka lakukan -- bagaimana reaksi mereka terhadap suatu kejadian atau situasi. Karena kekristenan berkaitan dengan hubungan pribadi, role play akan sangat efektif bila digunakan untuk mengajarkan prinsip-prinsip Alkitab mengenai perilaku.

Tidak seperti beberapa metode mengajar lainnya, guru pemula seharusnya tidak memutuskan, "Hari ini kita akan mencoba bermain role play." Guru yang menggunakan metode ini harus memahami metode dan bagaimana menggunakannya sebelum mencobanya di kelas. Role play digunakan oleh beberapa psikolog dan psikiater, tetapi guru tidak boleh menggunakan role play untuk menyelesaikan masalah-masalah psikologis! Role play yang dimainkan di dalam kelas harus sebatas pengalaman-pengalaman sehari-hari dari anak-anak yang terlibat di dalamnya.

Sebelum menggunakan role play, guru harus belajar sebanyak mungkin mengenai role play ini. Guru harus membaca, mengamati role play yang dimainkan di dalam kelas, dan bila memungkinkan, melihat film mengenai role play ini dan mendiskusikan metodenya dengan guru lain. Kemudian dia mungkin bisa siap untuk melakukan role play ini. Ketika seorang guru menggunakan role play ini, dia akan membentuk suatu pandangan terhadap peluang-peluang atas metode ini.

Seorang guru kelas dua telah memutuskan untuk mencoba role play ini. Dia juga telah memutuskan untuk menggunakannya dalam memecahkan masalah-masalah di rumah. Dia mengatakan, "Ada masalah di rumah Smith. Bobby dan Betty ingin menonton acara TV yang berbeda. Menurutmu apa yang akan terjadi?" Kemudian setelah beberapa sukarelawan memberikan pendapat tentang apa yang akan terjadi, guru bisa mengatakan, "Maukah kamu menunjukkan pendapatmu tentang apa yang akan terjadi?" Guru harus memilih anak-anak yang dengan cepat mau menjadi sukarelawan karena anak-anak ini telah merasakan beberapa tanda tentang Bobby dan Betty. Guru mengulangi situasi yang terjadi sehingga semuanya bisa mengerti.

"Sekarang Ronnie dan Jannet, tunjukkan apa yang menurutmu akan terjadi. Bagaimana Bobby dan Betty menyelesaikan masalah mereka?" Setelah anak-anak ini menunjukkan penyelesaian masalah, guru bisa memanggil sukarelawan lainnya. Mungkin beberapa anak ada yang ingin menjadi ayah atau ibu dalam permainan ini. Adegan ini bisa diulang beberapa kali dengan pemain sukarelawan yang berbeda. Guru akan menghentikan permainan bila pemainnya telah memberikan penyelesaian masalah, telah mengeluarkan semua ide mereka, atau karena guru ingin memberikan beberapa informasi tambahan atas masalah tersebut.

Di akhir role play, atau setelah setiap adegan selesai, guru harus memimpin suatu diskusi tentang penyelesaian atas masalah itu. Namun, guru harus selalu sangat berhati-hati untuk tidak mengatakan bahwa hanya ada satu penyelesaian. Bila hal ini terjadi, maka di permainan role play berikutnya anak-anak akan cenderung mencari persetujuan guru terlebih dahulu. Guru harus membimbing melalui evaluasi untuk mendapatkan penyelesaian yang tepat. Atau dia bisa juga mengumpulkan berbagai penyelesaian sebagai referensi di masa yang akan datang, berusaha menjelaskan apakah mereka melanggar prinsip-prinsip Alkitab atau tidak. Bila Ronnie menyarankan supaya Bobby boleh menonton acara TV kesukaannya karena ada campur tangan dari orang tuanya setelah Betty memukulnya, maka ini bukanlah penyelesaian yang sesuai dengan prinsip Kristen. Namun, guru harus menolong anak-anak supaya bisa sampai pada keputusan ini. Guru tidak boleh mengatakan kepada mereka apa yang seharusnya mer eka rasakan atau pikirkan.

Guru pemula bisa menggunakan pantomim sebagai cara yang mudah untuk mengadakan role play. Pantomim, melakukan gerakan-gerakan tanpa berkata-kata, bisa dikenalkan sebagai suatu permainan. Mainkan situasi-situasi yang sering dialami oleh anak-nak, tanyakan, "Apa yang kamu lakukan sebelum ke sekolah minggu? Setelah sekolah minggu? Saat mau tidur? Minggu sore?" Anak-anak yang masih kecil pun bisa mengikuti role play ini. Namun, penyelesaian masalah atau penggunaan beberapa peran mungkin lebih efektif bila dilakukan pada anak-anak kelas tiga ke atas. Role play memberi kesempatan kepada guru untuk melihat tindakan penyelesaian masalah. Hasilnya, anak- anak biasanya menjadi lebih perhatian satu dengan yang lain.

Guru yang ingin mempelajari metode ini bisa mendapatkan materi-materi mengenai role play melalui berbagai artikel/teks. Dalam artikel ini, dijelaskan metode dan beberapa manfaat dari role play. Diperlukan informasi yang lebih lengkap lagi supaya bisa berhasil menggunakan metode ini. Namun, rangkaian langkap ini dapat menjelaskan apa saja yang mungkin diperlukan dalam suatu permainan role play yang bagus.

Jelaskan tujuannya; supaya bisa mendapatkan akhir dari cerita.
Bacalah secara berurutan.
Tentukan peran.
Pilihlah "tokoh-tokoh" dari mereka yang telah tahu peran-peran yang ada.
Buatlah panggung: "Ini ruang keluarga", dll..
Pekalah terhadap penonton dan siapkan mereka untuk pengamatan yang tepat dan berkaitan.
Mulailah adegannya.
"Stop" di saat yang tepat.
Ulangi adegan bila masih ada waktu dan menarik.
Ajaklah anak-anak untuk berdiskusi dan mengevaluasi secara berkelompok.

Model pembelajaran concept attainment

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Model pembelajaran concept attainment dibangun berkaitan dengan studi berpikir siswa yang dilakukan oleh Bruner, Goodnow, dan Austin (1967). Model pembelajaran concept attainment ini relatif berkaitan erat dengan model pembelajaran induktif.Baik model pembelajaran concept attainment dan model pembelajaran induktif, keduanya didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep, pengajaran konsep dan untuk menolong siswa menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep. Model pembelajaran concept attainment merupakan metode yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran concept attainment ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep.

B. Pengertian Judul
Pendekatan pembelajaran perolehan konsep adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu. Pendekatan pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak, tentunya, pendekatan ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Misalnya konsep binatang, tumbuhan, dan lain-lain. Pendekatan ini, lebih tepat digunakan ketika penekanan pembelajaran lebih dititikberatkan pada mengenalkan konsep baru, melatih kemampuan berpikir induktif dan melatihberpikiranalisis.

C. Tujuan Penulisan













































BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Attainment
Joyce, B.(2000:p.143) menyatakan bahwa, “Pembelajaran concept attainment mempertajam dasar keterampilan berpikir.” Dari pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran concept attainment terkandung di dalamnya pengajaran berpikir siswa, karena di dalam model pembelajaran concept attainment ada beberapa tahapan-tahapan yang musti dilewati, seperti mengkatagorisasi, pembentukan konsep dengan memperhatikan berbagai macam attribute-nya (seperti attribute essensial, attribute value, attribute kritis, dan attribute variable).
Penggunaan model pembelajaran concept attainment diawali dengan pemberian contoh-contoh aplikasi konsep yang akan diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-contoh dan menurunkan definisi dari konsep-konsep tersebut. Hal yang paling utama yang musti diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan model pembelajaran ini adalah pemilihan contoh yang tepat untuk konsep yang diajarkan, yaitu contoh tentang hal-hal yang akrab dengan siswa. Pada prinsipnya, model pembelajaran concept attainment adalah suatu strategi mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan cara menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta kepada siswa untuk mengamati data atau contoh tersebut. Atas dasar pengamatan ini akan terbentuk abstraksi. Model pembelajaran concept attainment ini dapat membantu siswa pada semua tingkatan usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipothesis.
Bruner, Goodnow, dan Austin (1967: p.233) menyatakan bahwa, “pembelajaran concept attainment adalah mencari dan mendaftar attribute-attribute yang dapat digunakan untuk menetapkan contoh-contoh (exemplars) dan bukan contoh-contoh (non-Exemplars) dari berbagai katagori.” Sedangkan pembentukan konsep (concept formation), merupakan dasar daripada model pembelajaran induktif. Pembelajaran concept attainment membutuhkan keputusan yang mendasar terhadap katagori-katagori yang akan dibangun, membutuhkan seorang siswa agar mampu menggambarkan suatu atribut dari suatu katagori yang siap dibentuk dalam otak siswa melalui pola membandingkan dan membedakan contoh-contoh (disebut exemplars) yang di dalamnya terkandung karakteristik-karakteristik (atribut) dari suatu konsep dengan contoh-contoh yang tidak mengandung atribut.
Untuk melakukan pembelajaran dari model concept attainment, kita butuh 20 pasang siswa dan apabila konsepnya banyak dan lebih kompleks, tentunya butuh banyak pasangan siswa. Proses pembelajaran concept attainment dimulai dengan pertanyaan yang ditujukan kepada siswa untuk meneliti dengan cermat suatu kalimat dan siswa memberikan perhatian yang serius terhadap kata-kata yang telah digarisbawahi. Kemudian seorang guru mengintruksikan kepada siswanya untuk membandingkan dan mengkontraskan fungsi dari exemplar positif dan exemplar negatif. Exemplar positif mengandung sesuatu aktivitas kerja yang sudah biasa dilakukan oleh siswa dalam membuat kalimat. Exemplar negatif tidak melakukan kerja yang berbeda.
Pembelajaran pencapaian konsep (concept attainment) banyak melibatkan operasi mental siswa. Dalam hal ini metode ilmiah dibutuhkan untuk mengidentifikasi operasi mental siswa, terutama untuk pencapaian konsep dalam waktu singkat, meliputi analisis tingkah laku, observasi dan bertanya musti dilakukan sebagai tugas dalam pembelajaran. Analisis tingkah laku didasarkan pada uji operasi mental siswa. Siswa diinstruksikan untuk membuat catatan-catatan tentang apa yang mereka percayai tentang exemplar yang sudah dimilikinya. Kemudian, guru memberikan beberapa set exemplar dan bertanya pada mereka apakah mereka masih memiliki ide yang sama. Jika tidak, guru bertanya apa yang sedang mereka pikirkan?. Guru meneruskan untuk mempresentasikan exemplar-exemplar sehingga sebagian besar siswa memiliki suatu ide yang mereka pikir akan menahan kecermatan penelitiannya. Pada saat itu, guru bertanya kepada salah satu siswa untuk menggabungkan ide teman-temannya dan bagaimana cara teman-temannya dalam menggabungkan ide-idenya.
Klausmeier, H.J. (1980: 26) menyatakan bahwa,
“Bahwa ada empat tingkat pencapaian konsep. Tingkat-tingkat ini muncul dalam urutan yang berbeda-beda. Orang sampai pada pencapaian konsep tingkatan tertinggi dengan kecepatan yang berbeda-beda, dan ada konsep-konsep yang tidak pernah tercapai pada tingkat yang tertinggi. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia yang berbeda pula.”
Berdasarkan teori perkembangan Piaget kita memahami bahwa anak-anak pada usia dini baru dapat belajar konsep-konsep yang bersifat konkret, sedangkan konsep-konsep yang lebih abstrak dapat dipelajari setelah usia dewasa atau setelah mencapai tingkat operasional formal.
Tingkat Formal
Tingkat Klassifikasi
Tingkat Identitas
Tingkat Konkret







Pembelajaran konsep memberikan suatu perubahan untuk menganalisis proses berpikir siswa dan untuk membantu siswa mengembangkan strategi belajar yang efektif. Pendekatan ini dapat melibatkan berbagai macam derajat partisipan siswa dan kontrol siswa, serta material dari berbagai kompleksitas.
Dalam pembelajaran concept attainment menggunakan istilah-istilah seperti exemplar dan atribut, kedua istilah tersebut bertujuan untuk menguraikan aktivitas katagori dan pencapaian konsep. Derivat dari studi yang telah dilakukan oleh Bruner tentang konsep dan bagaimana siswa mencapai konsep, setiap istilah memiliki pengertian dan fungsi tertentu dalam semua bentuk pembelajaran konseptual, terutama pembelajaran concept attainment.
Ada dua hal penting dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran concept attainment (pencapaian konsep) yaitu;
(1) menentukan tingkat pencapaian konsep, dan
(2) analisis konsep.
1. Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep
Tingkat pencapaian konsep (concept attainment) yang diharapkan dari siswa sangat tergantung pada kompleksitas dari konsep, dan tingkat perkembangan kognitif siswa. Ada siswa yang belajar konsep pada tingkat konkret rendah atau tingkat identitas, ada pula siswa yang mampu mencapai konsep pada tingkat klasifikatori atau tingkat formal.
Telah dipahami bahwa tingkat-tingkat perkembangan kognitif Piaget dapat membimbing guru untuk menentukan tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan. Sebagian besar dari konsep-konsep yang dipelajari selama tingkat perkembangan pra-operasional merupakan konsep-konsep pada tingkat konkret dan identitas. Selama tingkat operasional konkret, dapat diharapkan tingkat pencapaian klasifikatori. Sedangkan tingkat pencapaian konsep formal dapat diharapkan apabila pengajaran yang tepat diberikan pada siswa yang telah mencapai perkembangan operasional formal. Tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan tercermin pada tujuan pembelajaran yang dirumuskan sebelum proses belajar-mengajar dimulai.
2. Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran concept attainment. Untuk melakukan analisis konsep guru hendaknya memperhatikan beberapa hal antara lain:
(1) nama konsep,
(2) attribute-attribute kriteria dan attribute-attribute variabel dari konsep,
(3) definisi konsep,
(4) contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, dan
(5) hubungan konsep dengan konsep-konsep lain.
EXEMPLAR
Secara essensi, exemplar adalah suatu subset dari koleksi data atau suatu data set. Katagori adalah subset atau koleksi sampel yang terbangun dari satu atau beberapa karakteristik yang terpisah dari lainnya. Karakteristik ini dengan membandingkan exemplar positif dan mengkontraskan exemplar positif dengan exemplar negatif dari suatu konsep atau katagori yang telah dipelajari.


ATTRIBUTE
Semua item data memiliki ciri-ciri, dan ciri-ciri itulah sebagai suatu attribute . Contoh: sel. Sel memiliki nucleus, mitokondria, lisosome, ribosom, badan golgi, vacuola, mikrotubuli, dan mikrofilamen. Setiap organella di dalam sel memiliki ciri-ciri tertentu, tetapi kerja di antara organella saling bergantung dan organella dari suatu sel tidak dapat bekerja sama dengan organella dari sel lainnya.
Attribute essensial adalah attribue kritis terhadap suatu domain. Exemplar dari suatu katagori memiliki banyak attribute lain yang mungkin tidak relevan dengan katagorinya sendiri. Contoh vacuola, di dalamnya memiliki berbagai zat kimia, tetapi tidak relevan dengan definisi sel. Attribute penting lainnya adalah attribute value. Attribute value, attribute ini mengacu kepada degree (tingkatan)
B. Fase – Fase dalam Pebelajaran Concept Attainment
Model pembelajaran concept attainment dilakukan melalui fase-fase yang dikemas dalam bentuk sintaks. Adapun sintaksnya dibagi ke dalam tiga fase, yakni (1) Presentasi Data dan Identifikasi Data; (2) menguji pencapaian dari suatu konsep; dan (3) analisis berpikir strategi.
Fase I: Presentasi Data dan Identifikasi Data
Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:
1. Guru mempresentasikan contoh-contoh yang sudah diberi nama (berlabel),
2. Guru meminta tafsiran siswa
3. Guru meminta siswa untuk mendefinisikan
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1. Siswa membandingkan contoh-contoh positif dan contoh-contoh negatif,
2. Siswa mengajukan hasil tafsirannya,
3. Siswa membangkitkan dan menguji hipothesis,
4. Siswa menyatakan suatu definisi menurut atribut essensinya
Fase II: Menguji Pencapaian dari suatu Konsep
Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:
1. Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak bernama,
2. Guru menkonfirmasikan hipothesis, nama-nama konsep, dan menyatakan kembali definisi menurut atribut essensinya,
3. Guru meminta contoh-contoh lain
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1. Siswa member contoh-contoh,
2. Siswa member nama konsep,
3. Siswa mencari contoh lainnya
Fase III: Analisis Startegi Berpikir
Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:
1. Guru bertanya mengapa dan bagaimana
2. Guru membimbing diskusi
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
1. Siswa menguraikan pemikirannya,
2. Siswa mendiskusikan peran hipothesis dan atributnya,
3. Siswa mendiskusikan berbagai pemikirannya
C. SINTAK
Pada fase I, guru mempresentasikan data kepada siswa. Setiap unit data contoh dan non-contoh setiap konsep dipisahkan. Unit-unit dipresentasikan dengan cara berpasangan. Data dapat berupa peristiwa, masyarakat, objek, ceritera, gambar atau unit lain yang dapat dibedakan. Pembelajar (siswa) diberi informasi bahwa semua contoh positif biasanya memiliki satu ide. Tugas siswa adalah mengembangkan suatu hipothesis tentang hakekat konsep. Contoh-contoh dipaparkan dan disusun serta diberi nama dengan kata “yes” atau “no”. Siswa bertanya untuk membandingkan dan menjastifikasi atribut tentang perbedaan contoh-contoh.
Akhirnya, siswa ditanya tentang nama konsep-konsepnya dan menyataka aturan yang telah dibuatnya atau mendefinisikan konsepnya menurut attribute essensialnya. (hipothesisnya tidak perlu dikonfirmasikan hingga fase berikutnya; siswa mungkin tidak mengetahui nama-nama beberapa konsep, tetapi nama-nama dapat diberitahukan apabila konsepnya sudah dikonfirmasikan).
Pada fase II, siswa menguji pencapaian tentangn konsepnya, pertama dengan cara mengidentifikasi secara benar contoh-contoh tambahan yang belum diberi nama dan kemudian membangkitkan contoh-contohnya sendiri. Setelah itu, guru (dan siswa) mengkonfirmasikan keaslian hipothesisnya, merevisi pilihan konsep atau attribute yang dibutuhkannya.
Pada fase III, siswa mulai menganalisis strategi konsep-konsep yang telah tercapai. Siswa disarankan mengkonstruk konsepnya. Siswa dapat menjelaskan pola-polanya, apakah siswa berfokus pada atribut atau konsep, apakah mereka melakukan satu kali atau beberapa kali, dan apa yang terjadi apabila hipothesisnya tidak terkonfirmasi. Mereka melakukan suatu perubahan strategi? Secara bertahap, mereka dapat membandingkan keefektifan dari perbedaan strateginya.
D.SISTEM SOSIAL
Sebelum guru melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran conjcept attainment, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengorganisir materi ajar ke dalam contoh positif dan contoh negatif, serta merangkaikan contoh-contoh. Umumnya materi eplajaran, terutama buku-buku teksbook tidak didesain untuk pembelajaran konsep.
Guru dalam pengajarfan model pembelajaran concept attainment harus terlebih dahulu mempersiapkan contoh-contoh, mengekstrak ide-ide dan material dari buku-buku teks dan sumber lainnya, dan mendesain material dan ide-ide itu ke attribute yang jelas, dan bahkan membuat contoh-contoh positif dan negatif dari suatu konsep. Apabila guru menggunakan model pembelajaran concept attainment, aktivitas guru adalah merekam hipothesis siswa. Guru juga memberikan bantuan contoh-contoh tambahan. Ada tiga hal penting yang dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan aktivitas concept attainment, yaitu melakukan perekaman, memberikan isyarat, dan menghadirkan data tambahan. Langkah awal dalam melakukan model pembelajaran concept attainment adalah membantu siswa memberikan contoh konsep yang sudah terstruktur dengan benar. Dalam model pembelajaran concept attainment, prosedur pembelajaran kooperatif dapat juga digunakan.
E. PRINSIP-PRINSIP
Selama pembelajaran berlangsung, guru mendukung hipothesis siswa, dengan memberikan penekanan, apapun bentuk hipothesis siswa itu, dan menciptakan dialog yang kondusif untuk menguji hipothesis siswa, walaupun hipothesis siswa tersebut berlawanan dengan hipothesis siswa lainnya. Pada fase akhir dari model pembelajaran concept attainment ini, guru musti mampu merubah perhatian siswa terhadap analisis konsep dan strategi berpikirnya, kemudian guru kembali menjadi sangat mendukung hipothesis siswa. Akhirnya, guru musti mampu mendorong analisis siswa.
Sesungguhnya, prinsip-prinsip pengelolaan dari model pembelajaran concept attainment ini sebagai berikut: (1) memberikan dukungan hipothesis yang diajukan siswa melalui diskusi terlebih dahulu; (2) memberikan bantuan kepada siswa dalam mempertimbangkan keputusan hipothesisnya; (3) memusatkan perhatian siswa kepada contoh-contoh yang khusus; dan (4) memberikan bantuan kepada siswa dalam menilai strategi berpikirnya.
F. SISTEM PENDUKUNG
Dalam pelajaran concept attainment membutuhkan presentasi kepada siswa tentang exemplar positif dan negatif. Dalam hal ini menekankan kepada siswa, bahwa pekerjaan siswa dalam pengajaran concept attainment adalah bukan pada penemuan konsep-konsep baru, tetapi bagaimana mencapai konsep yang telah dipilih guru. Oleh karena itu, sumber data dibutuhkan untuk diketahui terlebih dahulu dan attribute-nya dapat dilihat. Apabila siswa dipresentasikan dengan contoh-contoh, maka siswa tersebut menguraikan karakteristik dari contoh-contoh itu (atribut), dan kemudian menyimpan di dalam otaknya.

G. STRATEGI CONCEPT ATTAINMENT
Apa yang akan dipikirkan siswa ketika mereka sedang membandingkan dan membedakan contoh-contoh? Hipotesis macam apa yang terpikirkan oleh mereka dalam tingkat permulaan dan bagaimana mereka memodifikasi dan mengujinya? Untuk menjawab pertanyaan itu, tiga faktor penting yang perlu diketahui yaitu :
(1) kita akan mengkonstruk latihan-latihan pencapaian konsep bahwa kita dapat belajar bagaimana siswa berpikir?,
(2) siswa tidak hanya dapat menggambarkan bagaimana mereka memperoleh konsep, tetapi mereka dapat lebih efisien untuk mengubah strategi dan pembelajaran mereka dengan menggunakan sesuatu yang baru,
(3) mengubah cara kita memberikan informasi dan memodifikasi sedikit model, kita dapat mempengaruhi bagaimana siswa akan memproses informasi (Joyce, 2000).
Lebih lanjut dijelaskan ada dua cara kita memperoleh informasi mengenai cara siswa memperoleh konsep (attaint concept) yaitu
(1) sesudah konsep telah diperoleh, kita dapat mengatakan kepadanya untuk menceritakan pemikiran mereka sebagai proses latihan,
(2) dapat dengan mendiskusikan strategi apa yang ditemukan siswa dan bagaimana mereka memperoleh
Menurut Dahar, R.W. (1996) ada dua pendekatan teori mengenai belajar konsep yaitu;
(1) melalui pendekatan perilaku, dan
(2) pendekatan kognitif.
Caroll (Dahar,R.W.1996) lebih menekankan perbedaan belajar konsep dalam laboratorium dan belajar konsep di sekolah. Lebih lanjut Caroll mengemukakan perbedaan-perbedaan dalam kedua proses tersebut sebagai berikut:
Kedua bentuk konsep berbeda dalam sifat. Konsep yang biasanya dipelajari di sekolah biasanya benar-benar merupakan konsep baru, bukan suatu kombinasi dari atribut-atribut yang dikenal.
Konsep-konsep yang dipelajari di sekolah tergantung pada attribute-attribute yang berupa konsep-konsep sulit. Lagi pula konsep-konsep di sekolah biasanya bersifat verbal, dan tidak dapat disajikan secara konkret.
Studi di laboratorium menekankan pada belajar konsep-konsep konjuktif, sudah dibuktikan mudah untuk dipelajari daripada konsep-konsep disjunktif atau konsep-konsep relasional.
Studi di laboratorium pada umumnya menekankan pada pendekatan-pendekatan induktif tentang belajar konsep-konsep, sedangkan di sekolah sebagian besar dipelajari secara deduktif.
Dalam artikelnya Caroll menyarankan, bahwa pendekatan kombinasi antara induktif dan deduktif akan lebih baik jika hanya menggunakan salah satu dari pendekatan itu.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan makalah didepan maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
Model pembelajaran concept attainment ini relatif berkaitan erat dengan model pembelajaran induktif. Baik model pembelajaran concept attainment dan model pembelajaran induktif, keduanya didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep, pengajaran konsep dan untuk menolong siswa menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep.
Model pembelajaran concept attainment merupakan metode yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep.
Model pembelajaran concept attainment ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep

B. Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat disajikan saran sebagai berikut:
Setelah membaca makalah ini diharapkan para pembaca khususnya calon guru atau guru dapat menambah pengetahuannya tentang cara mengajar IPS dengan menggunakan Concept Attainment ini.
Sebab bila seorang guru menerapkan pendekatan ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konseP.
Daftar Pustaka
Joyce, B. and Weil, M. dan Calhoun, E. (2009).Model of Teaching. [Eighth Edition].Sydney:Pearson.
Klausmeier, H.J.(1980).Learning and Teaching Concepts:A Strategy for Testing Applications of Theory. San Francisco: Academic Press.
Lang,H.R & Evans,D.N, (2006), Model, Strategies, and Methods; For Effective Teaching, Amerika: Pearson
Sagal,S. (2006), Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Penerbit Alfabeta

Partner in learning

Partner in learning adalah cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Atau Partner in learning juga bisa disebut suatu proses kerja sama yang dilakukan oleh baik antar individu maupun antar kelompok, yang saling penuh perhatian dan penghargaan sesama anggota untuk mencapai tujuan bersamaBerdasarkan batasan ini, pembelajaran kolaborasi menekankan pentingnya pengembangan belajar secara bermakna dan pemecahan masalah secara intelektual serta pengembangan aspek sosial.
Pembelajaran Parner in learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran Partner in learning dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok kecil. Tetapi belajar Partner in learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002:14).

Partner in learning telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam model Partner in learning terdapat saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif, siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir, serta mampu membangun hubungan interpersonal.

Model Partner in learning memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok.

Karakteristik model Partner in learning diantaranya: siswa bekerja dalam kelompok kecil 2-5 orang untuk menguasai materi akademis; anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi; jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok Partner in learning berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin; sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.

bangbinCLUB




Pengikut