Keterampilan Membuka Pelajaran

Banyak orang beranggapan bahwa kesan pertama dari suatu bentuk hubungan merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain pertemuan atau kesan yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula. Dengan demikian, keterampilan membuka pelajaran mempakan kunci yang harus didahului dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar yang dinamis tidak akan tercapai jika guru pada awal pelajaran tidak bisa menarik perhatian siswa.
Membuka pelajaran atau set induction adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar mental maupun perhatiannya terpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar[1], dan pada akhirnya akan memudahkan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Membuka pelajaran juga merupakan kegiatan dan pernyataan guru untuk mengaitkan pengalaman siswa dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan kata lain membuka pelajaran itu adalah kegiatan mempersiapkan mental dan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari.
Dalam otak siswa itu sudah tersedia kapling-kapling sesuai dengan pengalaman masing-masing. Suatu materi pelajaran baru akan mudah diterima oleh otak kita manakala sudah tersedia kapling yang relevan. Demikian juga sebaliknya materi pelajaran baru tidak mungkin mudah dicerna manakala belum tersedia kapling yang relevan. Sama halnya dengan kerja sebuah komputer, kita akan sulit memasukkan data seandainya belum tersedia filenya. Oleh sebab itu agar data itu masuk dan dapat disimpan terlebih dahulu perlu disiapkan filenya. Misalnya teori pesawat terbang akan sulit diterima manakala diberikan kepada mahasiswa ekonomi yang sama sekali belum mengenal teori tersebut. Oleh karena itu di otak mahasiswa tersebut belum tersedia kapling tentang teori pesawat terbang. Nah,bagaimana agar materi itu mudah diterima? Tentu saja kita harus membuat kapling (file) tentang hal-hal yang berhubungan dengan pesawat terbang. Inilah makna dari kegiatan membuka pelajaran.
Kegiatan membuka pelajaran tidak hanya dilakukan pada awal pelajaran saja melainkan juga pada awal setiap penggal kegiatan, misalnya pada saat memulai kegiatan tanya jawab, mengenalkan konsep baru, memulai kegiatan diskusi, mengawali pekerjaan tugas dan lain-lain.[2] Contoh: ketika guru ingin memberikan pelajaran baru tentang rukun Islam yang kelima yaitu naik haji, guru dapat mengatakan seperti ini: ”Nah, anak-anak! pada pertemuan ini kita akan mempelajari pokok bahasan baru tentang rukun Islam yang kelima yaitu ’naik haji’. Tetapi sebelum kita pelajari lebih lanjut topik itu, cobalah kalian perhatikan dahulu ke depan!, gambar apa yang ibu pegang ini?”.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa keterampilan membuka pelajaran merupakan skill atau kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap guru.

2. Komponen-komponen Dalam Kegiatan Membuka Pelajaran
Salah satu usaha mengkondisikan kelas adalah adanya kegiatan membuka pelajaran sebelum memasuki kegiatan inti. Oleh karena itu kegiatan membuka pelajaran merupakan bagian dari proses belajar mengajar yang memiliki peran yang penting dalam menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan pengajaran bergantung pada metode mengajar guru di awal pelajaran. Seluruh rencana dan persiapan sebelum mengajar dapat menjadi tidak berguna jika guru gagal dalam memperkenalkan pelajaran.
Keterampilan membuka pelajaran bukanlah sekedar kegiatan mengabsen siswa, atau meminta siswa berdo’a. Akan tetapi kegiatan membuka pelajaran adalah kegiatan menyiapkan mental siswa untuk siap menerima dan mengikuti pelajaran yang akan disampaikan. Oleh karena itu ada beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh seorang guru dalam kegiatan membuka pelajaran, dan merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru dalam kegiatan membuka pelajaran, meliputi :
(1) Keterampilan menarik minat dan perhatian siswa, banyak cara yang dapat digunakan oleh guru untuk menarik perhatian siswa, antara lain gaya mengajar guru, penggunaan alat bantu mengajar, pola interaksi yang bervariasi.
(2) Keterampilan menimbulkan dan meningkatkan motivasi siswa, dengan cara disertai suasana yang hangat dan keantusiasan karena salah satu ciri guru yang bisa memotivasi adalah antusiasme, guru peduli dengan apa yang dia ajarkan dan mengkomunikasikannya dengan para siswa bahwa apa yang sedang mereka pelajari itu penting dan guru dapat memberikan bukti nyata,[3] menimbulkan rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan, memperhatikan minat siswa.
(3) Keterampilan memberi acuan melalui berbagai usaha seperti: mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas, menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan, meningkatkan masalah pokok yang akan dibahas, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, membuat kaitan atau hubungan di antara materi yang akan dipelajari dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa.[4]

Selain itu, di dalam kegiatan membuka pelajaran ada keterampilan yang tidak kalah pentingnya yang harus dimiliki oleh guru yaitu keterampilan melaksanakan pretes. Pretes adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengajukan satu pertanyaan atau lebih kepada para siswa tentang bahan yang akan dijadikan topik sebelum membahas pelajaran tersebut yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa tentang pelajaran tersebut. Dalam melaksanakan pretes ini guru harus memiliki keterampilan bertanya,baik keterampilan bertanya dasar maupun keterampilan bertanya lanjut. Bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan siswa untuk berfikir dan mengemukakan jawaban yang sesuai dengan harapan guru. Guru dalam mengajukan pertanyaan kepada seorang siswa sering kali tidak terjawab, sebab maksud pertanyaan tersebut kurang dapat dipahami oleh siswa. Dalam hal ini, Sardinian sebagaimana dikutip oleh Fitriani mengatakan bahwa pertanyaan yang baik mempunyai ciri-ciri:
(1) kalimatnya singkat dan jelas,
(2) tujuannya jelas,
(3) setiap pertanyaan hanya satu masalah,
(4) mendorong anak untuk berfikir kritis,
(5) jawaban yang diharapkan bukan sekedar ya atau tidak,
(6) bahasa dalam pertanyaan dikenal baik oleh siswa, dan
(7) tidak menimbulkan tafsiran ganda.[5]

Pretes memiliki keguanaan dalam menjajaki proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pretes mempunyai peran yang penting untuk keefektifan proses pembelajaran. Adapun fungsi pretes antara lain:
(1) menyiapkan siswa dalam belajar. Karena dengan pretes pikiran siswa akan terfokus pada persoalan yang harus dipelajarinya,
(2) untuk mengetahui tingkat kemajuan siswa sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan,
(3) untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki oleh siswa mengenai bahan ajar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran,
(4) untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai dan tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai oleh siswa.[6]
Sedangkan menurut Al-Abrasyi sebelum siswa itu menerima pelajaran dari gurunya hendaklah terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk.[7] Dan ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baaqarah (2) ayat 151:
Artinya : Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.[8]
Ayat di atas menjelaskan bahwa sebelum melaksanakan pengajaran terlebih dahulu dilaksanakan penyucian, yaitu mensucikan anak didik (siswa). Adapun yang perlu disucikan antara lain:

1) Badan dan pakaian haruslah bersih dari najis;
2) makanan yang dikonsumsinya bersumber dari penghasilan;
3) Hati agar terlepas dari sifat-sifat buruk seperti sombong, iri, benci dan sebagainya;
4) Akal, agar terlepas dari pikiran-pikiran yang tercela, seperti menipu orang lain.
3. Tujuan Membuka Pelajaran
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya secara umum tujuan membuka pelajaran adalah untuk memusatkan perhatian siswa kepada pelajaran yang akan dipelajarinya dan dengan begitu ia akan konsentrasi selama proses pembelajaran berlangsung. Uzer Usman (2007:92) memaparkan tujuan membuka pelajaran adalah sebagai berikut:
(1) Menyiapkan mental siswa. Kegiatan membuka pelajaran bertujuan untuk menyatukan jiwa dan raga siswa dalam satu tempat dan waktu agar ia ikut merasa terlibat memasuki persoalan yang akan dibahas dan memicu minat serta pemusatan perhatian siswa pada materi pelajaran yang akan dibicarakan dalam kegiatan pembelajaran,
(2) Menumbuhkan semangat, motivasi, dan perhatian siswa agar siswa menyadari batas-batas tugasnya,
(3) Agar siswa memahami hubungan antara materi yang telah dikuasainya dengan materi yang akan dipelajarinya,
(4) Agar siswa menyadari tingkat keberhasilan yang telah dicapainya.[9]
Sementara itu Wina Sanjaya menyebutkan tujuan khusus membuka pelajaran adalah sebagai berikut:
Pertama, menarik perhatian siswa, yang bisa dilakukan melalui: meyakinkan siswa bahwa materi atau pengalaman belajar yang akan dilakukan berguna untuk dirinya, melakukan hal-hal yang dinggap aneh bagi siswa, dan melakukan interaksi yang menyenangkan.
Kedua, menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang dapat dilakukan dengan: membangun suasana yang akrab sehingga siswa merasa dekat, misalnya menyapa atau berkomunikasi secara kekeluargaan, menimbulkan rasa ingin tahu, misalnya mengajak membahas peristiwa atau topik yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat, mengemukakan ide yang bertentangan, misalnya mengemukakan pendapat yang berbeda dengan pendapat masyarakat umum, mengaitkan materi atau pengalaman belajar yang akan dilakukan dengan kebutuhan siswa, mengambil topik yang menarik dan guru meyakinkan siswa bahwa topik tersebut berguna bagi dirinya.[10]
Ketiga, memberikan acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan yang dapat dilakukan dengan cara: mengemukakan tujuan yang akan dicapai serta tugas-tugas yang harus dilakukan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan, menjelaskan langkah-langkah atau tahapan pembelajaran sehingga siswa memahami apa yang harus dilakukan, menjelaskan target atau kemampuan yang harus dimiliki setelah pembelajaran berlangsung,[11] membuat kaitan atau hubungan antara pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa dengan materi atau pengalaman pelajaran yang akan diberikan kepada siswa.
Keempat, membuka pelajaran juga dapat digunakan untuk mengetahui entering behavior atau tingkat kesiapan dan penguasaan siswa terhadap materi yang akan diajarkan.[12]


Daftar Buku Bacaan:
[1] Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching,(Ciputat: Quantum Teaching, 2007), hlm, 99 [2] http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=26/ 1/4/2009
[3] Raymond J. Wlodkowski, Judith H. Jaynes, Hasrat Untuk Belajar: Membantu Anak-anak Termotivasi Dan Mencintai Belajar, Penerjemah Nur Setiyo Budi Widarto, (Yogyakarta: Pusat Pelajar, 2004), hlm, 33
[4] Ahmad Sabri, Op.cit., hlm, 101
[5] Purwiro Harjati, http://purjatifis.blogspot.com/
[6] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi (cet.9), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm, 101
[7]Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm, 47
[8] Departemen Agama RI, Op.cit, hlm, 38

PEmBELAJARAN IPS SD

A. Pendahuluan
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.




Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambing, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas (expanding environment approach) dan pendekatan spiral dengan memulai dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas, dari yang dekat ke yang jauh, dan seterusnya : dunia-negara tetangga-negara-propinsi-kota/kabupaten-kecamatan-kelurahan/desa-RT/RW-tetangga-keluarga-Aku.
B. Tujuan Pembelajaran
Mata Pelajaran IPS di SD berfungsi untuk menguasai konsep dan manfaat IPS dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah serta bertujuan :
a) Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep sosial yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
b) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sosial masyarakat, informasi dan teknologi.
c) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
d) Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
e) Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan dan teknologi dan masyarakat.
f) Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
C. Permasalahan
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada suatu pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan yang diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika siswa “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui” apa yang dipelajari. (Diknas : 2004).
Dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) seringkali guru melakukan pengajaran yang modelnya satu arah. Guru cenderung lebih memberikan informasi atau cerita tentang pengetahuan IPS. Pengajaran dengan model seperti itu menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk belajar IPS. Belajar penerimaan kurang bermakna bagi siswa. Banyak siswa yang menganggap IPS sebagai pelajaran yang hafalan. Mereka harus mengingat-ingat informasi atau penjelasan guru dan menceritakannya kembali pada waktu ulangan atau ujian.
Siswa yang mempelajari IPS melalui pengalaman langsung akan lebih dapat menghayati pelajaran IPS. Umpamanya melalui pengamatan tentang keragaman budaya bangsa Indonesia yang Berbennika Tunggal Ika, siswa menemukan fakta bahwa budaya bangsa Indonesia beraneka ragam jenisnya baik budaya kesenian, lagu-lagu, rumah adat, adat istiadat, dsb. Bila fakta mengenai hal tersebut dibiarkan begitu saja terlepas-lepas, maka pengetahuan siswa tentang budaya bangsa yang pluralisme kurang bermakna. Bila siswa diajak mendiskusikan peran budaya bangsa yang pluralisme dalam kelangsungan berbangsa dan bernegara, maka budaya bangsa tetap eksis dan dapat bertahan di tengan globalisasi tehnologi dan informasi. Dengan demikian secara umum membekalinya tentang bagaimana cara mempertahankan kelestarian jbudaya bangsa yang pluralisme
Untuk maksud itu dan menghindari kesan hafalan, dalam pelajaran IPS bisa kita bahas memberikan peluang sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk memahami IPS dengan bentuk dan cara-cara belajar mengajar yang berorientasi kepada hakekat, ciri dan nilai-nilai IPS itu sendiri. Oleh karena itu kita sebagai guru IPS harus benar-benar memahami tentang hakekat, ciri-ciri dan nilai-nilai IPS.
Kenyataan telah membuktikan, pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi “mengingat” dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan inilah yang selama ini terjadi di kelas-kelas sekolah kita.
Dan hal yang perlu mendapat perhatian khusus dari seorang guru selaku manager dan fasilitator (mediator) di kelas bahwa siswa akan lebih mudah memahami suatu prinsip dan konsep IPS jika dalam belajar siswa dapat menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isis pembelajaran, sebagaimana digambarkan dalam bagan di bawah ini :
Dari kerucut pengalaman belajar, diketahui bahwa siswa akan mencapai hasil belajar
10 % dari apa yang dibaca,
20 % dari apa yang didengar,
30 % dari apa yang dilihat,
50 % dari apa yang dilihat dan didengar,
70 % dari apa yang dikatakan dan
90 % dari apa yang dikatakan dan dilakukan.
D. Penyelesaian
Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa model pembelajaran dengan pendekatan CTL. Dengan melihat pemetaan materi IPS di SD ternyata banyak sekali penguasaaan Kompetensi Dasar oleh siswa dengan pendekatan CTL. Sehingga dengan pembelajaran IPS melalui pendekatan CTL ini akan bisa meningkatkan kualitas pembelajaran sebagai pangkal dari kualitas pendidikan secara umum melalui indikator pencapaian hasil belajar siswa yang maksimal.
Dengan pendekatan CTL pada Mapel IPS akan terbukti keaktifan siswa lebih optimal sehingga penguasaan konsep akan bermakna karena siswa memadukan semua unsur belajar dengan segenap inderanya. Dan itu terkesan jauh dari dunia hafalan dan mengingat, tetapi siswa akan benar-benar terlibat secara aktif, suasana hidup menyenangkan.
Penanaman konsep-konsep IPS di SD dengan benar dan tepat akan berpengaruh terhadap penguasaan materi IPS di tingkat selanjutnya. Oleh karena itu perlu suatu metode dan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran. Metode dibedakandari pendekatan. Pendekatan lebih menekankan pada strategi dalam perencanaannya, sedangkan metode lebih menekankan pada teknik pelaksanaannya. Suatu pendekatan yang direncanakan mungkin mencakup beberapa metode pada pelaksanaannya adalah pendekatan CTL ini.
Kegiatan dan strategi yang ditampilkan pembelajaran CTL ini, khususnya mata pelajaran IPS dapat berupa kombinasi dari kegiatan berikut :
Pembelajaran Otentik (authentic instruction),
Pembelajaran Berbasis Inkuiri (inquiry – based learning),
Pembelajaran Berbasis Masalah (problem–based learning),
Pembelajaran layanan (service learning) dan
pembelajaran berbasis kerja (work-based learning).
Pelaksanaan CTL dalam KBM di kelas diwujudkan dengan penerapan 7 komponen utama, dimana ketujuh komponen tersebut sebenarnya pernah kita laksanakan dan itu tidak terhalang oleh lokasi maupun kondisi sekolah berada, hanya kadang penekanan dan intensitasnya yang kurang optimal. Tujuh komponen utama tersebut adalah :
1. Konstruktivisme ( Constructivism )
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam PBM. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Penerapan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari yaitu dalam merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide.
2. Menemukan (Inquiry)
Merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Langkah kegiatan ini adalah :
a. Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun).
b. Mengamati dan melakukan observasi.
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lain.
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.
3. Bertanya (Questioning)
Merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Karena bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
4. Masyarakat Belajar ( Learning Community )
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen dengan bentuk yang sangat bervariasi, baik keanggotaan, jumlah bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya. Disini semua bisa berperan tanpa ada yang dominan dan saling melengkapi.
5. Pemodelan (Modelling)
Dalam sebuah pembelajaran ada model yang bisa ditiru. Model ini bisa siswa yang berprestasi, guru lain atau ahli lain yang sesuai bidang studi / mata pelajaran. Contoh : ahli ukir, reporter dan lain-lain.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Siswa memperluas pengetahuan yang dimiliki melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit, sementara guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melaksanakan refleksi. Realisasinya berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperolehnya hari ini, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan pesan / saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, hasil karya atau diskusi.
7. Penilaian yang sebenarnya (Assessment)
Yaitu proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Hal tersebut perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) di kegiatan pembelajaran. Jadi kemajuan belajar siswa tidak hanya dari hasil tetapi melalui proses. Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa adalah : PR, kuis, karya siswa, presentasi, laporan jurnal, karya tulis atau proyek kegiatan dan laporannya.
Hasil yang diharapkan dalam pembelajaran melalui Pendekatan Konstektual (CTL) antara lain adalah :
a. Siswa belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”.
b. Siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
c. Siswa terbiasa memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide.
d. Siswa menjadi aktif, kritis dan kreatif.
e. Kelas menjadi produktif, menyenangkan dan tidak membosankan.
f. Dinding kelas dan lorong-lorong sekolah penuh dengan hasil karya siswa, peta, gambar, artikel, puisi, foto tokoh dan lain-lain.
g. Siswa selalu dikepung berbagai informasi, kelas CTL adalah siswa yang selalu ramai dan gembira dalam belajar.
Prinsip Dasar Pembelajaran CTL
1. Menekankan pada pemecahan masalah.
2. Mengenal kegiatan mengajar yang terjadi di berbagai konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja.
3. Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali.
4. Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa.
5. Mendorong siswa belajar satu dan lainnya dan belajar bersama, dan menggunakan penilaian otentik.

E. Kesimpulan
Demikian salah satu metode pembelajaran IPS di SD melalui pendekatan CTL. Semoga dapat bermanfaat, dan guru dapat menambah variasi lain agar suasana pembelajaran menjadi lebih hidup (bermakna) sehingga siswa tidak menganggap IPS sebagai pelajaran hafalan dan mengingat. Tetapi justru belajar IPS adalah menyenangkan dan menantang. Oleh karena itu sangatlah diharapkan kreativitas guru dalam PBM / KBM, yang berdampak positif dalam peningkatan mutu pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan pula mutu pendidikan pada umumnya dalam upaya mensukseskan KTSP, karena dalam matrik pemetaan materi sangat memungkinkan sekali bahkan cocok dengan pendekatan CTL tersebut sehingga hasil yang akan dicapai sangat signifikan dengan penekanan maupun ciri-ciri dari pembelajaran dengan pendekatan CTL.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewsaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan anak akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
PUSTAKA
· www.Bangbinyoi.tk
· Depdiknas,Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan TK dan SD,2007, Pedoman penyuunan KTSP SD.Jakarta : Badan Standar Nsional Pendidikan
· Depdiknas Dirjen PMPTK , 2007, Landasan Konsep Prinsip dan Strategi PAKEM, Jakarta,Direktorat Pembinaan Diklat.
· Farris, P.J. and Cooper, S.M. (1994). Elementary Social Studies. Dubuque (terjemahan), USA : Brown Communications, Inc.
· Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
· Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
· Weton, D. A and Mallan, J.T. (1988). Children and Their World (terjemahan). Boston : Houghton Mifflin Co.
· *Widyaiswara LPMP Kalsel

TEORI PELATIHAN SDM untuk PAK JAFAR

A. DEFINISI PELATIHAN
Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”. Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
B. TUJUAN PELATIHAN
Tujuan umum pelatihan sebagai berikut : (1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif,
Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri dari :
1) Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur
2) Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional)
3) Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai
4) Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.
Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan meliputi : (1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / need assesment; (2) menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan; (3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya; (4) menetapkan metode pelatihan; (5) mengadakan percobaan (try out) dan revisi; dan (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.
Dirangkum dari :
Dessler, Gary. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Index
Ivancevich, John, M, dkk. 2008. Perilaku dan Manajemen Organisasi, jilid 1 dan 2 Jakarta : Erlangga.
Mangkunegara, Anwar Prabu., 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Refika Aditama.
Mathis R.L dan Jackson J.H, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Salemba Empat.

PTS ROSMA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, antara lain : (1) adanya keberagaman kemampuan guru dalam penyusunan RPP, proses pembelajara, proses penilaian hasil pembelajaran, analisis hasil penilaian serta pelaksanaan remedial dan pengayaan (2) Belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru, (3) Pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan, dan (4) Budaya dan pembiasan guru dalam membaca menerima informasi masih relatif rendah, jika hal tersebut tidak segera diatasi maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan di maksud antara lain :

(1) Kemampuan peserta didik dalam menyerap informasi, pengetahuan serta sikap yang disampaikan guru tidak maksimal, (2) Kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap peserta didik, (3) Rendahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung peserta didik terutama ditingkat dasar (hasil studi internasional yang dilakukan oleh organisasi Internasional Education Achievement, 1999). Sehubungan dengan itu, Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang berisi perintisan pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi mengajar di daerah merupakan bentuk dari upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional.

Berdasarkan uraian diatas, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional menerapkan standar kompetensi guru yang berhubungan dengan (1) Komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan Wawasan Kependidikan ; (2) Komponen Kompetensi Akademik Vokasional sesuai materi pembelajaran ; (3) Pengembangan Profesi. Komponen - Komponen Standar Kompetensi, Guru mewadahi Kompetensi Profesional, personal dan sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru. Pengembangan standar kompetensi guru diarahkan pada peningkatan kualitas guru dan pola pembinaan guru yang terstruktur, berkala dan sistematis.

Kompetensi guru dalam sub komponen Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran dan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran dengan indikator:

a) Mendeskripsipkan tujuan pembelajaran

b) Menentukan materi sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan

c) Mengorganisasikan materi berdasarkan urutan dan kelompok

d) Mengalokasikan waktu

e) Menentukan metode pembelajaran yang sesuai

f) Merancang prosedur pembelajaran

g) Menentukan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang akan digunakan

h) Menentukan sumber belajar yang sesuai (berupa buku, modul, program komputer dan sejenisnya)

i) Menentukan teknik penilaian yang sesuai

Namun kenyataan yang ada terbalik berdasarkan hasil supervisi terhadap guru masih dominan menggunakan pengelolan pembelajaran berdasarkan pola lama dan masih dominan menggunakan pengelolaan pembelajaran yang tidak sesuai karakteristik peserta didik dan situasi kelas. Bila ditelusuri lebih lanjut, faktor yang menyebabkan guru belum mampu melaksanakan pengelolaan pembelajaran dengan tepat karena kemampuan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran belum optimal, Ada yang meng-copy paste RPP orang lain bahkan ada guru yang tidak membuat RPP.

Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sangat penting, karena pengelolaan pembelajaran yang baik sangat berpengaruh terhadap penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai indikator. Langkah yang ditempuh adalah guru diberikan pembinaan dalam pembuatan RPP dan setelah itu berlatih dengan pengawasan dan kegiatan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu diupayakan Pembina penyusunan RPP secara berkala dalam upaya meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP.

B. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah

1. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang dipaparkan diatas, maka rumusan permasalahannya adalah :

a. Apakah Pembinaan secara berkala dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP di ................... Pagi tahun 2010?

b. Bagaimana pendapat Guru tentang pembinaan secara berkala dalam menyusun RPP?

2. Pembatasan Masalah

Dari kedua masalah tersebut di atas, penulis hanya berfokus pada Apakah

Pembinaan secara berkala dapat meningkatkan kompetensi guru dalam

menyusun RPP di SDN ........... Pagi tahun 2010?

3. Pemecahan masalah

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan Kompetensi Guru ..... dalam pengelolaan pembelajaran untuk menyusun rencana pembelajaran dengan memperhatikan indikator. Namun fokus penyusun rencana pembelajaran dilakukan dalam penelitian ini adalah Pembinaan secara berkala tentang (1).Bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran yang mencerminkan aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap; (2) Bagaimana menentukan langkah-langkah pembelajaran yang mencakup kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir atau penutup; (3).Bagaimana memilih jenis penilaian berdasarkan tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

Adapun teknik pembinaannya adalah guru diberikan model contoh RPP untuk dibahas dan guru berlatih dengan bimbingan kepala sekolah, dan selanjutna secara mandiri guru menyusun RPP

C. Tujuan

Mengacu pada permasalahan seperti yang diuraikan diatas, tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1). Untuk meningkatkan kompetensi guru SDN ............... dalam menyusun RPP melalui bimbingan kepala sekolah.

2). Menigkatkan prestasi hasil belajar peserta didik di SDn ............. Pagi

D. Manfaat

a). Manfaat Penelitian Bagi Guru

1.Sebagai laporan tertulis yang disampaikan kepada Kepala Sekolah tentang

penyusunan rencana pembelajaran (RPP)

2. Sebagai dasar dalam menentukan pengelolaan pembelajaran selanjutnya

dan menyusun rencana pembelajaran sebagai tindak lanjut.

b). Manfaat Penelitian Bagi Peserta Didik:

1. Peserta didik berhak memperolah pembinaan baik dari guru maupun orang tua agar belajar lebih mantap dan sungguh-sungguh.

2. Peserta didik dapat memperlihatkan hasil belajar disekolah kepada orang

tuanya.

E. Hipotesis Tindakan

Dari latar belakang masalah, perumusan masalah dan pemecahan masalah yang

telah dipaparkan diatas maka hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Pembinaan secara berkala dapat meningkatkan kompetensi guru dalam

menyusun RPP di SDN..........Pagi tahun 2010.

b. Guru memberikan pendapat/respon positif terhadap pembinaan penyusunan

RPP secara berkala.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Bertok dari konsep berpikir, maka dalam penelitian ini difokuskan pada Bertitik tolak dari konsep berpikir, maka dalam penelitian ini difokuskan pada Kompetensi Guru.

1. Kompetensi Guru

Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (Anonim, 2003:5)

Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan (Anonim, 2005:8). Kompetensi sertifikasi guru yang dimaksud adalah meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian kompetensi profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi yang dimiliki oleh guru akan diwujudkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru. Dengan demikian standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau di persyaratkan dalam bentuk penguasaan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas kualifikasi dan jenjang pendidikan.

Dalam dunia pendidikan, guru adalah merupakan faktor vital dalam pelaksanaan pendidikan, karena ia akan dapat memberikan makna terhadap masa depan anak didik.

Untuk mewujudkan semua itu, guru diberikan tugas dan tanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan. Undang-Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 pada pasal 35 disebutkan beban kerja guru mencakup kegiaatan pokok, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil belajar, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan (Anonim, 2005:21)

Standar kompetensi guru meliputi 3 komponen yaitu : 1) pengelolaan pembelajaran, 2) pengembangan potensi dan 3) penguasaan akademik (Anonim, 2003:11). Masing-masing komponen kompetensi mencangkup seperangkat pengetahuan guru sebagai pribadi yang utuh harus memiliki sikap dan kepribadian yang positif. Sikap dan kepribadian tersebut senantiasa melekat pada setiap kompenen kompetensi yang menunjang profesi guru.

2. Pembinaan Berkala

Pembinaan berkala adalah pola usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efesien serta berkesinambungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.Adapun teknik pembinaan melalui pemberian contoh, latihan, control dan kerja mandiri, yang lebih dikenal dengan istilah CLCK (Contoh, Latihan, Control, Kerja Mandiri). Kegiatan memberi contoh menyediakan, untuk ditiru/diikuti dan dan berlatih dalam pengawasan sehingga kegiatan melakukan sesuatu tidak bergantung pada orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007 : 711)

Pembinaan berkala melalui pola atau teknik CLCK (Contoh, Latihan, Control,

Kerja Mandiri) adalah pola perbuatan membina sesuatu yang disediakan untuk ditiru/diikuti dari hasil berlatih dengan pengawasan dalam kegiatan melakukan sesuatu sehingga tidak bergantung pada orang lain (kamus Pelajar SLTP, 2003 : 751)

Dengan demikian pembinaan berkala melalui pola/teknik CLCK (Contoh, Latihan, Control, Kerja Mandiri) dalam penelitian ini adalah pola usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efesien dan efektif terprogram serta berkesinambungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Sekolah adalah suatu wadah pembinaan profesional bagi para guru yang tergabung dalam organisasi gugus sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan (Anonim, 1997:37).yang anggotanya semua guru didalam gugus, yang untuk meningkatkan kompetensi Guru.

Keberadaan gugus sekolah dimaksudkan sebagai wadah pembinaan profesional bagi para guru dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional guru khususnya dalam melaksanakan dan mengelola pembelajaran di sekolah (Anonim, 1996:14). Secara oprasional Gugus sekolah dapat dibagi lebih lanjut menjadi kelompok yang lebih kecil berdasarrkan jenjang kelas (misalnya kelompok guru kelas I dan seterusnya) dan berdasarkan mata pelajaran yang selanjutnya para guru menerapkan pembinaannya di sekolah masing-masing.

Dalam sistem gugus selain mendapatkan pembinaan secara langsung oleh Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah juga dari para tutor dan guru pemandu mata pelajaran mekanisme pembinaan profesional guru secara terus menerus dan berkesinambungan. Mengingat setiap guru kelas mempunyai permasalahan tentang mata pelajaran maupun metode mengajar menurut jenjang kelas masing-masing, maka materi tataran/latihan atau diskusi yang disiapkan oleh tutor dan guru pemandu, perlu ditanggapi dan dikaji secara aktif oleh peserta agar segala yang diperoleh lewat kegiatan penelitian benar-benar aplikatif dan memenuhi kebutuhan perbaikan KBM/PBM di sekolah. Kesesuaian antara materi yang disajikan atau didiskusikan oleh para guru dengan pelaksanaan KBM/PBM di kelas, dipantau oleh guru pemandu, kepala sekolah dan pengawas. Dengan cara demikian guru pemandu, kepala sekolah dan pengawas dapat memperoleh masukan untuk melakukan perbaikan pada pertemuan berikutnya.

Berorientasi kepada peningkatan kualitas pengetahuan, penguasaan materi, penyusunan RPP, teknik mengajar, interaksi guru dan siswa metode mengajar dan lain lain yang berfokus pada penciptaan kegiatan belajar mengajar yang aktif.

B. Temuan Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil Penelitian Pembinaan berkala melalui pola/teknik CLCK bahwa kompetensi guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran belum optimal hal ini dapat dilihat dari hasil supervisi awal terhadap RPP dan hasil penelitian bahwa kompetensi guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dan menganalisis hasil evaluasi belajar siswa belum optimal.

Berdasarkan hasil temuan penelitian tersebut peneliti ingin mengadakan penelitian dengan . Pembinaan berkala melalui pola/teknik CLCK (Contoh, Latihan, Control, Kerja Mandiri) dalam program penelitian tindakan sekolah untuk meningkatkan Kompetensi Guru sekolah Dasar di SDN Duren Sawit 02 pagi tahun 2010

C. Kerangka Pikir

Kompetensi Guru masih rendah perlu dikembangkan secara terprogram, berkelanjutan melalui suatu sistem pembinaan profesional yang diharapkan adalah dalam Program Pembinaan Berkala yang melalui pola/teknik CLCK berorientasi kepada peningkatan kualitas pengetahuan, penguasaan materi, teknik mengajar, interaksi guru dan siswa, metode mengajar, pengelolaan pembelajaran untuk menyusun Rencana pembelajaran dengan memperhatikan indikator. Dengan demikian sistem Pembinaan Profesional bertujuan pemberian bantuan profesional kepada Guru sekolah dasar agar guru memiliki wawasan kependidikan yang luas, pola pikir yang logis dan rasional, menguasai IPTEK, terampil dalam menyusun Rencana Pembelajaran sesuai dengan indikator dan memiliki komitmen terhadap tugas dan disiplin dalam pelaksanaan tugas. Dengan Pembinaan berkala melalui pola/teknik CLCK maka kompetensi guru meningkat karena respon guru sangat positif dalam pembinaan tesebut.

BAB III

METODE PENELITIAN TINDAKAN

A. Desain Penelitian Tindakan

Siklus I melaksanakan supervisi dan observasi kepada guru tentang penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan memperhatikan Tujuan Pembelajaran, Langkah-langkah Pembelajaran. Siklus II Pembinaan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran melalui pola/teknik CLCK (Contoh, Latihan, Control, Kerja Mandiri) kemudian guru melakukan penyusunan RPP secara mandiri, yang selanjutnya peneliti melakukan pemeriksaan/penilaian RPP tersebut.

B. Subyek dan Obyek Penelitian

Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah Guru Kelas VI jumlahnya 2 orang di SDN Duren Sawit 02 pagi sedangkan obyek penelitian adalah Pembinaan CLCK dalam Program

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SDN ................. Jakarta Timur.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai tanggal 20 September s.d 15 Oktober 2010

D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Teknik yang digunakan dalam metode pengumpulan data adalah teknik observasi dan teknik wawancara. Sedangkan Instrumen Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini di kembangkan insrumen pedoman observasi dalam program pembinaan dari awal sampai akhir pada setiap siklus. Pedoman Observasi digunakan untuk menggali respon pada guru kelas I - VI sedangkan pedoman wawancara digunakan untuk melengkapi data yang digali melalui pedoman observasi

E. Indikator Keberhasilan

Adapun indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah model pembinaan berkala melalui pola/teknik CLCK. Hasil yang diperoleh bahwa terjadi peningkatan kompetensi dan aktivitas guru dalam menyusun RPP dari siklus I ke siklus II. Ketercapain indikator kinerja terdapat pada tindakan ke II. Proses kegiatan penelitian dilakukan dengan dua siklus masing-masing siklus terdiri dari ats 4 tahapan yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Indikator kinerja adalah bila hasil rata-rata minimal skor 76 ( baik ) sudah dapat dikatakan tindakan yang diterapkan berhasil. Aspek yang diukur adalah kompetensi guru kelas I s.d VI, interaksi guru dengan pembina (kepala sekolah),interaksi dengan guru dalam kerja sama kelompok, aktifitas dalam diskusi kelompok.

F. Prosedur

Prosedur ini melibatkan guru-guru kelas I s.d VI semester I Tahun Pelajaran 2010/2011 SDN................ Jakarta Timur yang berjumlah 12 orang. Penelitian ini akan dilakukan dua siklus :

1. Siklus I. ( pertama)

a. Perencanaan

Beberapa kegiatan yang dilakukan sebagai berikut :

1). Mengumpulkan guru kelas I s.d VI melalui undangan Kepala Sekolah.

2). Menyusun jadwal kegiatan yang meliputi : hari, tanggal, jam dan tempat

3). Menyiapkan materi pembinaan

- Pengarahan Pengawas

- Pengarahan Kepala Sekolah

- Pemaparan materi pengelolaan pembelajaran tentang penyesuaian Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran.

4). Menugaskan guru untuk membawa bahan-bahan seperti kurikulum, silabus,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan ajar dan sebagainya.

b. Pelaksanaan:

1). Rabu, 22 September 2010 pukul 12.30 sampai dengan pukul 14.00 WIB

di ................. Pagi

Acara Kegiatan :

- Pengarahan Pengawas TK/SD

- Pengarahan Kepala Sekolah

- Penyusunan RPP

2). Sabtu, 25 September 2010 pukul 12.30 sampai dengan pukul 14.00 WIB

di SDN .................. Pagi

Acara Kegiatan :

- Memberikan contoh penyusunan RPP

- Latihan penyusunan rencana pembelajaran.

- Control dan penyusunan rencana pembelajaran.

3). Rabu, 29 September 2010 pukul 10.30 sampai dengan pukul 14.00 WIB

di ……………….. Pagi

Acara Kegiatan:

Kerja Mandiri, menyusun RPP

c. Observasi

1). Kesiapan mental dan fisik Guru

2). Kesiapan bahan-bahan yang dibawa guru pada saat pembinaan

3). Kehadiran Guru

4). Hasil Sementara

- Proses pelaksanaan pembinaan

- Kualitas penyusunan rencana pembelajaran

- Respon guru

d. Refleksi

Indikator pencapaian

1). Pemanfaatan waktu terkait dengan penyusunan rencana pelaksanaan

pembelajaran.

2). Alokasi waktu untuk penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai

dengan indikator yang ditentukan dalam kompetensi

3). Materi kompetensi pengelolaan pembelajaran Guru yang berhasil dalam
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan indikator
keberhasilan setelah di observasi dianggap berhasil.
Sedangkan yang belum berhasil dilanjutkan dalam siklus II dengan
memperhatikan kelemahan-kelemahan pada proses siklus I.

2. Siklus II(Kedua)
a. Perencanaan

Beberapa kegiatan yang dilakukan sebagai berikut :
1). Mengumpulkan guru kelas I s.d VI melalui undangan dari kepala sekolah
2). Menyusun jadwal kegiatan bulanan: hari, tanggal, jam dan tempat.
3). Menyiapkan materi pembinaan
- Pengarahan Kepala Cabang Dinas Pendidikan ......
- Pengarahan Pengawas Sekolah
- Pemaparan materi pengelolaan pembelajaran tentang penyusunan rencana
pembelajaran.

4). Menugaskan guru untuk membawa bahan-bahan seperti kurikulum, silabus,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan ajar dan sebagainya

b. Pelaksanaan:
1). Rabu, 2 Oktober 2010 pukul 12.30 sampai dengan pukul 14.00 WIB
di ............. Pagi

Acara Kegiatan :
- Pengarahan Pengawas TK/SD
- Pengarahan Kepala Sekolah
- Penyusunan RPP

2). Sabtu, 5 Oktober 2010 pukul 12.30 sampai dengan pukul 14.00 WIB
di SDN ............... Pagi

Acara Kegiatan :
- Memberikan contoh penyusunan RPP
- Latihan penyusunan rencana pembelajaran.
- Control dan penyusunan rencana pembelajaran.

3). Rabu, 9 Oktober 2010 pukul 10.30 sampai dengan pukul 14.00 WIB di ................ Pagi

Acara Kegiatan:
Kerja Mandiri, menyusun RPP

c. Observasi
1). Kesiapan mental dan fisik Guru
2). Kesiapan bahan-bahan yang dibawa guru pada saat pembinaan
3). Kehadiran Guru
4). Hasil Sementara
- Proses pelaksanaan pembinaan
- Kualitas penyusunan rencana pembelajaran
- Respon guru

d. Refleksi
Indikator pencapaian

1). Pemanfaatan waktu terkait dengan penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran.

2). Alokasi waktu untuk penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai
dengan indikator yang ditentukan dalam kompetensi
3). Materi kompetensi pengelolaan pembelajaran Guru yang berhasil dalam
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan indikator
keberhasilan setelah di observasi dianggap berhasil.
Sedangkan yang belum berhasil dilanjutkan dalam siklus III dengan
memperhatikan kelemahan-kelemahan pada proses siklus II.





DOWNLOAD

Rincian absen cetak GOOOLLllllll

Pengikut